Oleh: Nofria Atma Rizki (Sekretaris Umum IMAMS Pasaman)
Jalan yang masih belum bagus, listrik yang belum masuk, sarana pendidikan dan berbagai fasilitas umum yang belum memadai. Kondisi inilah yang dirasakan sebagian besar berbagai daerah di penjuru negeri ini termasuk beberapa wilayah kecamatan Mapat Tunggul dan Mapat Tunggul Selatan. Pemerintah seakan-akan kurang mempersoalkan kondisi ini,padahal serba keterbatasan inilah yang di alami masyarakat Mapat Tungul dan Mapat Tunggul Selatan di era yang penuh Modernisasi dan Teknologi ini.
Yang terbaru saat ini, Pemerintah lebih kencang menganggarkan APBD untuk membangun Kantor Bupati nan megah daripada untuk membangun berbagai infrastruktur di berbagai kecamatan yang masih banyak butuh perhatian seperti kecamatan Mapat Tunggul dan Mapat Tunggul Selatan.
Mahasiswa dan alumni yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa dan Alumni Mapat Tunggul dan Mapat Tunggul Selatan (IMAMS) Pasaman yang merupakan gabungan ratusan mahasiswa dan alumni seharusnya mampu menjadi avant garde dalam mengkritisi berbagai kebijakan dan advokasi terhadap kepentingan masyarakat.
Pemerintah seakan-akan kurang jeli dalam melihat persoalan Kec. Mapat Tunggul dan Mapat tunggul Selatan. Mereka tidak mengutamakan daerah terpencil yang masih banyak butuh perhatian dan pembangunan insfrastruktur. Pemerintah boleh dikatakan gagal dalam membangun daerah terpencil untuk menjadi kekuatan ekonomi yang kuat sebagai penyeimbang dari daerah lain. Padahal jika itu dilakukan akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Ini akan merangsang pertumbuhan ekonomi di berbagai bidang mulai dari Jorong, Nagari, Kecamatan, hingga Kabupaten yang kalau kita lihat juga masih banyak ketetinggalan dari beberapa Kabupaten/Kota di Sumbar ini.
Menjelang penyusunan anggaran APBD , seharusnya Pemerintah patut melakukan introspeksi dan koreksi terhadap penyusuna anggaran APBD yang mulai jauh dari harapan rakyat. Apalagi selama ini publik memiliki ekspektasi yang besar terhadap pemerintah saat ini , BA 1 D dan BA 2 D dari kubu yang sama. Seharusnya mampu mengambil keputusan yang lebih pro-rakyat. Faktanya, hal itu masih jauh dari harapan Rakyat terjadi hampir selama 2 tahun ini . Masih jauh dari “Suara Rakyat” nya .
Padahal di era desentralisasi ini banyak persoalan daerah yang mesti disikapi. Salah satu contoh penyusunan APBD lebih prorakyat. Begitu juga hal-hal yang berkaitan dengan kearifan lokal seperti tanah ulayat agak kurang terdengar jadi bahan kajian Pemerintah saat ini.
Pemerintah berdalih dengan alasan keterbatasan Anggran APBD. Lebih mengedepankan pembangunan kantor Bupati dan Insfrastruktur ibu kota Kabupaten. Ini tentu ada benarnya.
Namun kebijakan ini juga tak terlalu berdampak banyak kepada Masyarakat pada umumnya. Buktinya masih ada beberapa daerah butuh waktu satu hari bahkan lebih untuk sampai ke ibu kabupaten. Sebagian Masyarakat masih belum menikmatinya. Masyarakat masih kesulitan menjual hasil taninya dan mencari informasi saat ini di karenakan transportasi dan komunikasi yang belum lancar. Yang menyedihkan lagi, mereka menjual hasil taninya dengan harga yang murah dan kebutuhan pokok yang mahal.
Ke depannya dalam APBD perubahan ini kita berharap Pemerintah harus mampu menyusun anggaran dan kebijakan yang lebih prorakyat, membangun sinergi dengan seluruh komponen Masyarakat, menjadikan Masyarakat sebagai mitra untuk mendorong percepatan pembangunan. Jejaring dan sel-sel yang dimiliki Pemerintah harus diaktifkan kembali mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, nagari hingga kejorongan. Kapasitas kepala-kepala Dinas harus di perhatikan lagi.
Pemerintah juga bisa membangun kemitraan yang lebih luas dengan berbagai elemen masyarakat seperti organisasi mahasiswa kedaerahan, ormas, organisasi petani, organisasi profesi untuk membangun gerakan masyarakat sipil yang kuat.
Intinya Pemerintah harus mampu mengambil keputusan yang lebih prorakyat. Selalu mengedepankan kepentingan publik dan mendengarkan suara rakyat dalam menjalankan amanah . (***)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !